A.
Pengertian
Koloid
Koloid
atau Kolloid yang berasal dari kata Kolla (lem) dan Oid (seperti), pertama kali
ditemukan oleh Thomas Graham. Koloid adalah suatu bentuk campuran “metastabil”
(seolah-olah stabil, tapi akan memisah setelah waktu tertentu) yang keadaannya
terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Koloid memiliki
partikel-partikel zat yang berukuran sekitar 1-100 nm (10-7 – 10-5
cm) yang tersebar merata dalam zat lain.
Perbedaan Larutan, Koloid dan Suspensi
|
No.
|
Larutan
(Dispersi Molekuler)
|
Koloid
(Dispersi Koloid)
|
Suspensi
(Dispersi Kasar)
|
|
1
|
Memiliki 1 fase
|
Memiliki 2 fase
|
Memiliki 2 fase
|
|
2
|
Jernih
|
Keruh
|
Keruh
|
|
3
|
Homogen
|
Antara homogen dan heterogen
|
Heterogen
|
|
4
|
Memiliki diameter partikel < 1
nm
|
Memiliki diameter partikel 1 nm
< d < 100 nm
|
Memiliki diameter partikel >
100 nm
|
|
5
|
Tidak dapat disaring
|
Tidak dapat disaring dengan
penyaringan biasa, melainkan dengan penyaringan ultra
|
Dapat disaring dengan kertas
saring biasa
|
|
6
|
Tidak memisah jika didiamkan
|
Tidak memisahkan jika didiamkan
|
Memisah jika didiamkan
|
B. Jenis-jenis
Koloid
- Aerosol. Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat disebut aerosol padat. Contoh aerosol padat : debu buangan knalpot. Sedangkan zat yang terdispersi berupa zat cair disebut aerosol cair. Contoh aerosol cair : hairspray dan obat semprot.
- Sol. Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair disebut sol. Contoh sol : putih telur, air lumpur, tinta, cat dan lain-lain. Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat padat disebut sol padat. Contoh sol padat : perunggu, kuningan, permata (gem).
- Emulsi. Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Sedangkan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat disebut emulsi padat dan sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam gas disebut emulsi gas. Syarat terjadinya emulsi yaitu kedua zat cair tidak saling melarutkan.
- Buih. Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih, sedangkan sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat padat disebut buih padat.Buih digunakan dalam proses pengolahan biji logam dan alat pemadam kebakarn. Contoh buih cair : krim kocok (whipped cream), busa sabun.
- Gel. Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat padat dan bersifat setengah kaku disebut gel. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsropsi medium dispersinya sehingga terjadi koloid yang agak padat. Contoh gel : agar-agar, semir sepatu, mutiara, mentega.
Berdasarkan fase mediumnya, sol,
emulsi, dan buih terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
1. Sol
Koloid sol dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :
a.
Sol padat (padat-padat)
Sol padat adalah jenis koloid dengan zat fase padat
terdispersi dalam zat fase padat.
Contoh : logam paduan, kaca berwarna,
intan hitam, dan baja.
b. Sol
cair (padat-cair)
Sol cair atau disebut sol saja adalah jenis koloid dengan
zat fase padat terdispersi dalam zat fase cair. Artinya, zat terdispersi
berfase padat dan zat pendispersi (medium) berfase cair.
Contoh
: cat, tinta, dan kanji.
c. Sol
gas (padat-gas)
Sol gas (aerosol padat) adalah koloid dengan zat fase padat
terdispersi dalam zat fase gas. Artinya, zat terdispersi berfase padat dan zat
pendispersi (medium) berfase gas.
Contoh
: asap dan debu.
2. Emulsi
Koloid emulsi dibagi menjadi 3 jenis,
yaitu :
a. Emulsi padat (cair-padat)
Emulsi padat (gel) adalah koloid dengan zat fase cair
terdispersi dalam zat fase padat. Artinya, zat terdispersi berfase cair dan zat
pendispersi (medium) berfase padat.
Contoh : mentega, keju, jeli, dan
mutiara.
b. Emulsi cair (cair-cair)
Emulsi cair (emulsi) adalah koloid dengan zat fase cair
terdispersi dalam zat fase cair. Artinya, zat terdispersi berfase cair dan zat
pendispersi (medium) berfase cair.
Contoh : susu, minyak ikan, dan santan
kelapa.
c. Emulsi gas (cair-gas)
Emulsi gas (aerosol cair) adalah koloid dengan zat fase cair
terdispersi dalam zat fase gas. Artinya, zat terdispersi berfase cair dan zat
pendispersi (medium) berfase gas.
Contoh : insektisida (semprot), kabut,
dan hair spray.
3. Buih
Koloid buih dibedakan menjadi 2 jenis,
yaitu :
a. Buih padat (gas-padat)
Buih padat adalah koloid dengan zat fase gas terdispersi
dalam zat fase padat. Artinya, zat terdispersi berfase gas dan zat pendispersi
(medium) berfase padat.
Contoh : busa pada jok mobil dan batu
apung.
b. Buih cair (gas-cair)
Buih cair (buih) adalah koloid dengan zat fase gas
terdispersi dalam zat fase cair. Artinya, zat terdispersi berfase gas dan zat
pendispersi (medium) berfase cair.
Contoh : buih sabun, buih soda, dan
krim kocok.
C.
Tabel
Pengelompokan Sistem Koloid
|
No.
|
Fase
Pendispersi
|
Fase
Terdispersi
|
Nama
Koloid
|
Contoh
|
|
1
|
Padat
|
Padat
|
Sol
Padat
|
Tanah,
kaca, lumpur, paduan logam, gelas warna, intan hitam
|
|
2
|
Padat
|
Cair
|
Emulsi
Padat
|
Mentega,
agar-agar, keju, jelly
|
|
3
|
Padat
|
Gas
|
Busa
Padat
|
Batu
apung, kasur busa, marshmallow, karet busa, Styrofoam
|
|
4
|
Cair
|
Padat
|
Sol
|
Cat,
tinta, pudding, tepung dalam air, tanah liat
|
|
5
|
Cair
|
Cair
|
Emulsi
|
Air
santan, susu, mayones, lotion wajah, krim tangan
|
|
6
|
Cair
|
Gas
|
Busa
|
Buih,
busa sabun, ombak, krim kocok, busa bir, putih telur yang dikocok
|
|
7
|
Gas
|
Padat
|
Aerosol
Padat
|
Debu
di udara, gas knalpot, asap, virus di udara, asap pembakaran
|
|
8
|
Gas
|
Cair
|
Aerosol
Cair
|
Obat
semprot, kabut, hairspray di udara, awan
|
D.
Koloid
Emulsi
Emulsi merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya
merupakan zat cair. Untuk membentuk emulsi digunakan zat pengemulsi atau
emulgator yaitu suatu zat yang dapat tertarik oleh kedua zat cair.
Contoh :
§ Sabun untuk mengemulsikan
minyak dan air.
§ Kasein sebagai emulgator pada susu.
Berdasarkan medium
pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
-
Emulsi Gas
-
Emulsi Cair
-
Emulsi Padat
1.
Emulsi
Gas
Emulsi gas (aerosol cair) adalah emulsi dalam medium
pendispersi gas. Aerosol cair memiliki sifat-sifat seperti sol liofob yaitu
efek Tyndall, gerak Brown, dan kestabilan dengan muatan partikel.
Contoh:
Dalam hutan yang lebat, cahaya matahari akan disebarkan oleh
partikel-partikel koloid dari sistem koloid kabut yang merupakan contoh efek
Tyndall pada aerosol cair.
2. Emulsi Cair
Emulsi cair melibatkan dua zat cair yang tercampur, tetapi
tidak dapat saling melarutkan, dapat juga disebut zat cair polar dan zat cair
non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air (zat cair polar) dan zat
lainnya adalah minyak (zat cair non-polar).
Emulsi cair itu sendiri dapat
digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu;
a. Emulsi minyak dalam
air
Contoh :
§
Susu yang terdiri dari lemak yang terdispersi dalam air menjadi butiran minyak
di dalam air.
§ Santan
§ Lateks
§ Minyak ikan
b. Emulsi air dalam minyak
Contoh
;
§
Margarine yang terdiri dari air yang terdispersi dalam minyak menjadi butiran
air dalam minyak.
§ Mentega
§ Minyak rambut
§ Minyak bumi
Beberapa sifat emulsi yang penting :
~
Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi
pemanasan, proses sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan
perusakan zat pengemulsi.
Contoh :
Penggunaan proses demulsifikasi dengan penambahan
elektrolit untuk memisahkan karet dalam lateks yang dilakukan dengan penambahan
asam format (CHOOH) atau asam asetat (CH3COOH).
~
Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi
dapat diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan
membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis
emulsi.
3. Emulsi
Padat
Emulsi Padat atau Gel adalah emulsi dalam medium pendispersi
zat padat, dapat dianggap sebagai hasil bentukkan dari penggumpalan sebagian sol
cair. Partikel-partikel sol akan bergabung untuk membentuk suatu rantai panjang
pada proses penggumpalan ini. Rantai tersebut akan saling bertaut sehingga
membentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap
dalam lubang-lubang struktur tersebut. Sehingga, terbentuklah suatu massa
berpori yang semi-padat dengan struktur gel.
Ada dua jenis gel, yaitu :
a. Gel elastis
Gel elastis adalah gel yang memiliki ikatan partikel dengan
gaya tarik-menarik yang relatif tidak kuat, sehingga gel ini dapat berubah
bentuk jika diberi gaya dan dapat kembali ke bentuk awal bila gaya tersebut
ditiadakan. Gel elastis dapat dibuat dengan mendinginkan sol liofil yang cukup
pekat.
Contoh :
§ Gelatin
§ Sabun
b. Gel non-elastis
Gel non-elastis adalah gel yang memiliki ikatan yang berupa
ikatan kovalen yang cukup kuat, sehingga gel ini tidak memiliki sifat elastis
atau tidak akan berubah jika diberi suatu gaya.
Contoh :
§ gel silikat yang dapat dibuat dengan reaksi kimia
yaitu dengan menambahkan HCl pekat ke dalam larutan natrium silikat, sehingga
molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi dan membentuk
gel silikat.
Beberapa sifat gel yang penting adalah
:
~ Hidrasi
Gel non-elastis yang terdehidrasi tidak dapat diubah kembali
ke bentuk awalnya, tetapi sebaliknya, gel elastis yang terdehidrasi dapat
diubah kembali menjadi gel elastis dengan menambahkan zat cair.
~ Menggembung (swelling)
Gel elastis yang terdehidrasi sebagian akan menyerap air
apabila dicelupkan ke dalam zat cair. Sehingga volume gel akan bertambah dan
menggembung.
~
Sineresis
Gel anorganik akan mengkerut bila dibiarkan dan diikuti
penetesan pelarut. Proses ini disebut sineresis.
~ Tiksotropi
Beberapa gel dapat
diubah kembali menjadi sol cair apabila diberi agitasi atau diaduk. Sifat ini
disebut tiksotropi.
Contoh:
§ Gel besi oksida
§ Perak oksida
E.
KOLOID
BUIH
Buih adalah koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair atau zat padat.
Berdasarkan medium pendisperasinya,
buih dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
-
Buih Cair
-
Buih Padat
1. Buih Cair
(Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas
dan dengan medium pendispersi zat cair. Fase terdispersi gas pada umumnya
berupa udara atau karbondioksida yang terbetuk dari fermentasi. Kestabilan buih
dapat diperoleh dari adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorbsi ke
daerah antar-fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu
kestabilan.
Ukuran koloid buih bukanlah ukuran gelembung gas seperti
pada sistem koloid umumnya, tetapi adalah ketebalan film (lapisan tipis) pada
daerah antar-fase dimana zat pembuih teradsorpsi, ukuran koloid berkisar
0,0000010 cm. Buih cair memiliki struktur yang tidak beraturan. Strukturnya
ditentukan oleh kandungan zat cairnya, bukan oleh komposisi kimia atau ukuran
buih rata-rata. Jika fraksi zat cair lebih dari 5%, gelembung gas akan
mempunyai bentuk hampir seperti bola. Jika kurang dari 5%, maka bentuk
gelembung gas adalah polihedral.
Beberapa sifat buih cair yang penting:
~ Struktur
buih cair dapat berubah dengan waktu
- Pemisahan
medium pendispersi (zat cair) atau drainase, karena kerapatan gas dan zat cair
yang jauh berbeda.
- Terjadinya
difusi gelembung gas yang kecil ke gelembung gas yang besar akibat tegangan
permukaan, sehingga ukuran gelembung gas menjadi lebih besar.
-
Rusaknya film antara dua gelembung gas.
~
Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.
- Bila gaya yang
diberikan kecil, maka struktur buih akan kembali ke bentuk awal setelah gaya
tersebut ditiadakan.
-
Jika gaya yang diberikan cukup besar, maka akan terjadi deformasi.
Contoh :
§ Buih hasil kocokan putih telur
Udara di sekitar putih telur akan
teraduk dengan menggunakan zat pembuih, yaitu protein dan glikoprotein yang
berasal dari putih telur itu sendiri yang akan membentuk buih yang relatif
stabil. Sehingga putih telur yang dikocok akan mengembang.
§ Buih hasil akibat pemadam
kebakaran
Alat pemadam kebakaran mengandung
campuran air, natrium bikarbonat, aluminium sulfat, serta suatu zat pembuih.
Karbondioksida yang dilepas akan membentuk buih dengan bantuan zat pembuih
tersebut.
2. Buih
Padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan
fase terdispersi gas dan dengan medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih
ini dapat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan).
Contoh :
§ Roti
Proses peragian yang melepas gas
karbondioksida terlibat dalam proses pembuatan roti. Zat pembuih protein gluten
dari tepung kemudian akan membentuk lapisan tipis mengelilingi
gelembung-gelembung karbondioksida untuk membentuk buih padat.
§ Batu apung
Dari proses solidifikasi gelas
vulkanik, maka terbentuklah batu apung.
§ Styrofoam
Styrofoam memiliki fase terdispersi
berupa karbondioksida dan udara, serta medium pendispersi berupa polistirena.
F. KOLOID LIOFIL DAN KOLOID LIOFOB
Berdasarkan sifat koloid adsorpsi dari partikel koloid
terhadap medium pendispersinya, terdapat 2 macam koloid yaitu :
1.
Koloid Liofil
Koloid Liofil merupakan koloid yang mengadsorpsi cairan
sehingga terbentuk selubung di sekeliling koloid atau disebut juga koloid yang
partikel-partikel terdispersinya menarik medium pendispersinya akibat adanya
gaya Van der walls atau ikatan Hidrogen. Koloid Liofil yang mediumnya air
disebut dengan Koloid Hidrofil.
Contoh
:
§ Kanji
§ Agar-agar
§ Protein
2. Koloid
Liofob
Koloid Liofob merupakan koloid yang tidak mengadsorpsi
cairan atau disebut juga koloid yang partikel-partikel terdispersinya tidak menarik
medium pendispersinya. Koloid Liofob yang mediumnya air disebut dengan Koloid
Hidrofob.
Contoh :
§ Sol sulfida
§ Sol logam
G.
PERBEDAAN
KOLOID LIOFIL DENGAN KOLOID LIOFOB
|
No.
|
Sel Hidrofil
|
Sel Hidrofob
|
|
1
|
Biasanya
terdiri atas zat organik
|
Biasanya
terdiri atas zat anorganik
|
|
2
|
Mempunyai
muatan yang kecil atau tidak bermuatan
|
Mempunyai
muatan positif atau negatif
|
|
3
|
Dapat
bermigrasi ke anoda, katoda atau tidak bermigrasi sama sekali
|
Akan
bergerak ke anoda atau katoda, tergantung jenis muatan partikelnya
|
|
4
|
Dapat
dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium
pendispersinya
(Umumnya
dibuat dengan cara dispersi)
|
Tidak
dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dengan medium
pendispersinya
(Umumnya
dibuat dengan cara kondensasi)
|
|
5
|
Viskositas
sol liofil lebih besar dari viskositas medium pendispersinya
(Kekentalan
tinggi)
|
Viskositas
sol liofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersinya
(Kekentalan
rendah)
|
|
6
|
Partikel-partikel
sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya.
|
Partikel-partikel
sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya
|
|
7
|
Tidak
mudah digumpalkan dengan penambahan elektrolit (lebih stabil)
|
Mudah
digumpalkan dengan penambahan elektrolit (kurang stabil)
|
|
8
|
Bersifat
reversible yaitu sol liofil yang telah menggumpal dapat diubah kembali
menjadi sol dengan penambahan medium pendispersinya
|
Bersifat
irreversible yaitu sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah
menjadi sol
|
|
9
|
Gerak
Brown tidak jelas
|
Gerak
Brown terlihat jelas
|
|
10
|
Efek
Tyndall kurang jelas
|
Efek
Tyndall jelas
|
H.
SIFAT-SIFAT KOLOID
1. Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah penghamburan cahaya oleh larutan koloid,
peristiwa dimana jalannya sinar dalam koloid dapat terlihat karena partikel
koloid dapat menghamburkan sinar ke segala jurusan.
Contoh :
§ Sinar matahari yang dihamburkan
partikel koloid di angkasa menyebabkan langit berwarna biru pada siang hari dan
jingga pada sore hari.
§ Debu dalam ruangan akan
terlihat jika ada sinar yang masuk melalui celah kecil di dalam rumah.
2. Gerak
Brown
Gerak Brown adalah gerak partikel koloid dalam medium pendispersi
secara terus menerus karena adanya tumbukan antara partikel zat terdispersi dan
zat pendispersi. Gerak aktif yang terus menerus ini menyebabkan partikel koloid
tidak memisah jika didiamkan.
Contoh :
§ Bila seberkas sinar dipusatkan pada suatu dispersi
koloid yang diamati dengan alat ultra mikroskop maka akan tampak partikel
koloid sebagai partikel-partikel yang kecil yang memantulkan sinar dan bergerak
acak.
3. Dialisis
Pemurnian sistem koloid dari ion-ion pengganggu dengan
mempergunakan selaput semi permiabel. Dengan menempatkan koloid dalam selaput
semi permeabel yang dapat ditembus oleh ion-ion, tetapi tidak oleh
partikel-partikel koloid. Selaput semi permeabel yang telah diisi sistem koloid
dimasukkan ke dalam aliran air, sehingga ion-ion dalam sistem koloid akan
menembus selaput semi permeabel dan terbawa air, sedangkan pertikel koloid
tertinggal dalam selaput semi permeabel. Salah satu penerapan dialisis
ditemukan dalam proses pencucian darah yang disebut hemodialisis.
4. Elektroforesis
Bila arus listrik dengan tegangan rendah dialirkan ke dalam
disperse koloid, maka partikel-partikel koloid bergerak menuju elektroda
positif atau elektroda negatifnya. Ini membuktikan bahwa partikel-partikel
koloid dalam medium pendispersinya bermuatan listrik.
5. Adsorpsi
Adsorbsi Koloid adalah penyerapan zat atau ion pada
permukaan koloid. Setiap endapan yang terbentuk berkecenderungan untuk menarik
ionnya sendiri pada permukaan endapan.
Sifat Adsorpsi digunakan dalam proses :
~
Pemutihan gula tebu
~
Norit
~
Penjernihan air
Contoh :
§ Koloid antara obat diare dan cairan dalam usus yang
akan menyerap kuman penyebab diare.
§ Koloid Fe(OH)3 akan mengadsorbsi ion H+
sehingga menjadi bermuatan +. Adanya muatan sesama maka koloid Fe(OH),
akan tolak-menolak sesamanya sehingga partikel-partikel koloid tidak akan
saling menggerombol.
§ Koloid As2S3 akan mengadsorbsi
ion OH- dalam larutan sehingga akan bermuatan dan tolak-menolak
dengan sesamanya, maka koloid As2S3 tidak akan menggerombol.
6. Koagulasi
(Penggumpalan)
Koagulasi Koloid adalah penggumpalan koloid karena
elektrolit yang muatannya berlawanan.
Koloid akan mengalami koagulasi dengan
cara :
a. Cara Mekanik (Fisis)
Dilakukan dengan pemanasan, pendinginan
atau pengadukan cepat.
Contoh :
§
Darah akan menggumpal jika dipanaskan
§
Agar-agar akan menggumpal jika didinginkan
b.
Cara Kimia
Dilakukan dengan penambahan elektrolit
(asam, basa atau garam).
Contoh
:
§ Susu akan menggumpal jika
ditambahkan dengan sirup masam.
§ Lumpur akan menggumpal jika
ditambahkan tawas.
c.
Cara pencampuran 2 macam koloid dengan muatan yang berlawanan
Contoh:
§ Fe(OH)3 yang bermuatan positif akan
menggumpal jika dicampur As2S3 yang bermuatan negatif.
Sifat koagulasi partikel koloid antara lain dapat kita amati
pada proses berikut ini:
~ Pada pengolahan karet dari bahan mentahnya
(lateks), partikel karet dalam lateks digumpalkan dengan menambah asam asetat,
sehingga karet dapat dipisahkan dari lateksnya.
~ Partikel lumpur dan tanah liat yang
terkandung dalam ais sungai akan mengendap bila berjumpa dengan air laut yang
mengandung banyak elektrolit sehingga terbentuklah delta di muara sungai.
~ Jika bagian tubuh kita
mengalami luka, maka ion Al3+, atau Fe3+ segera
menetralkan partikel albuminoid yang dikandung darah, sehingga terjadi
penggumpalan yang menutupi luka.
~ Pada proses penjernihan
air ditambahkan tawas, Al2(SO4)3, yang
menyediakan ion Al3+ untuk mengendapkan partikel lumpur, sehingga
air menjadi jernih.
I.
PEMBUATAN
SISTEM KOLOID
1. Cara
Kondensasi
Pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dilakukan
dengan cara penggumpalan partikel yang sangat kecil.
Penggumpalan partikel ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Reaksi Pengendapan
Pembuatan sistem koloid dengan reaksi pengendapan dilakukan
dengan mencampurkan larutan elektrolit sehingga menghasilkan endapan.
Contoh :
AgNO3 + NaCl ―> AgCl(s)
+ NaNO3
b. Reaksi
Hidrolisis
Pembuatan sistem koloid dengan reaksi hidrolisis dilakukan
dengan mereaksikan suatu zat dengan air
Contoh :
AlCl3 + H2O ―>
Al(OH)3(s) + HCl
c.
Reaksi Redoks
Pembuatan sistem koloid dapat terbentuk dari hasil redoks.
Contoh :
pada larutan emas (Emas formaldehid)
AuCL3 + HCOH ―> Au + HCl
+ HCOOH
d. Reaksi
Penggeseran
Contoh :
Pembuatan sol As2S3 dengan cara
mengalirkan gas H2S ke dalam larutan H3AsO3
encer pada suhu tertentu.
2H3AsO3 + 3H2S
―> 6H2O + As2S3
e. Reaksi
Pergantian Pelarut
Contoh
:
Pembuatan gel kalsium asetat dengan cara menambahkan alkohol
96% ke dalam larutan kalsium asetat jenuh.
2.
Cara
Dispersi
Pembuatan
sistem koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan memperkecil partikel
suspensi yang terlalu besar menjadi partikel koloid atau disebut juga pemecahan
partikel-partikel kasar menjadi koloid.
Memperkecil partikel ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.
Cara Mekanik
Pembuatan koloid dengan cara mekanik dilakukan dengan
memperkecil ukuran partikel suspensi dengan cara penggilingan zat padat, dengan
menghaluskan butiran besar kemudian diaduk dalam medium pendispersi.
Contoh :
§ Gumpalan tawas digiling,
dicampurkan ke dalam air akan membentuk koloid dengan kotoran air.
§ Membuat tinta dengan
menghaluskan karbon pada penggiling koloid kemudian didispersikan dalam air.
§ Membuat sol belerang dengan
menghaluskan belerang bersama gula (1:1) pada penggiling koloid, kemudian
dilarutkan dalam air, gula akan larut dan belerang menjadi sol.
§ Belerang dan urea digerus, ditambahkan air, lalu
diaduk membentuk hidrosol belerang.
§ Pati (amilum) digerus sampai
halus, ditambah air, lalu diaduk membentuk hidrofil pati.
b. Cara
Peptisasi
Pembuatan
koloid dengan cara peptisasi dilakukan dengan menambahkan ion sejenis atau
dengan pemecah (pemeptisasi), sehingga partikel endapan akan dipecah.
Contoh :
§ Sol Fe(OH)3 dengan
menambahkan FeCL3
§ Sol NiS dengan menambahkan H2S
§ Karet dipeptisasi oleh bensin
§ Agar-agar dipeptisasi oleh air
§ Endapan Al(OH)3
dipeptisasi oleh AlCl3
c. Cara
Busur Bredia/Bredig
Pembuatan koloid dengan cara busur Bredia/Bredig dilakukan
dengan mencelupkan 2 kawat logam (elektroda) yang dialiri listrik ke dalam air,
sehingga kawat logam akan membentuk partikel koloid berupa debu di dalam air.
Contoh :
§ Sol platina, emas atau perak
dibuat dengan cara mencelupkan elektrode logam ke dalam medium pendispersi,
misalnya air dengan potensial listrik tinggi.
d. Cara
Ultrasonik
Pembuatan koloid dengan cara ultrasonik dilakukan dengan
menghancurkan butiran besar dengan ultrasonik (frekuensi > 20.000 Hz)
J. CONTOH KOLOID DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
1. Industri Makanan
Contoh :
§ Keju
§ Mentega
§ Susu
§ Saus salad
§ Jelly
§ Pudding
§ Mayonnaise
2. Industri
Kosmetika dan Perawatan Tubuh
Contoh :
§ Krim
§ Pasta gigi
§ Sabun
§ Parfum semprot
§ Lotion wajah
3. Industri
Cat
Contoh :
§ Cat
4.
Industri Kebutuhan Rumah Tangga
Contoh :
§ Sabun
§ Deterjen
5. Industri
Pertanian
Contoh :
§ Peptisida
§ Insektisida
6. Industri
Farmasi
Contoh :
§ Minyak ikan
§ Pensilin untuk suntikan
K.
PERANAN
KOLOID
Beberapa kegunaan koloid adalah sebagai
berikut :
1.
Industri Kosmetika
a. Bahan kosmetika seperti foundation, finishing
cream dan deodorant berbentuk koloid dan umumnya sebagai emulsi yang
berperan sebagai sarana kecantikan.
2. Industri
Makanan
a. Susu merupakan koloid yang
tergolong emulsi dan berperan untuk kesehatan tubuh manusia.
b. Mentega merupakan koloid yang tergolong emulsi padat
dan berperan sebagai pengganti minyak dalam memasak.
3.
Industri Tekstil
a. Pada proses pencelupan bahan
(untuk pewarnaan) yang kurang baik daya serapnya terhadap zat warna dapat
menggunakan zat warna koloid karena memiliki daya serap yang tinggi sehingga
melekat pada tekstil.
4.
Industri Kebutuhan Rumah Tangga
a. Detergen merupakan emulgator untuk membentuk emulsi
antara kotoran (minyak) dengan air sehingga dapat membersihkan kotoran pada
tubuh dan pakaian.
b. Sabut sebagai zat pengemulsi
untuk menghilangkan zat pengotor yang tidak bercampur dengan air.
5.
Kelestarian Lingkungan
a. Untuk mengurangi polusi udara
yang disebabkan oleh pabrik-pabrik, digunakan suatu alat yang disebut cotrell.
Alat ini berfungsi untuk menyerap partikel-partikel koloid yang terdapat dalam
gas buangan yang keluar dari cerobong asap pabrik.
b. Pada penjernihan air digunakan
aluminium sulfat untuk mengkoagulasi zat pengotor dalam air.
6. Bidang
Kesehatan
a. Prinsip dialisis (salah satu
sifat koloid) digunakan untuk membantu pasien gagal ginjal.
L.
APLIKASI
KOLOID
1. Industri Makanan
a. Pemutihan Gula
Pemutihan gula merupakan aplikasi dari
sistem koloid yaitu penggunaan sifat adsorpsi. Gula tebu yang masih berwarna
dapat diputihkan dengan melarutkan gula ke dalam air. Larutan ini kemudian
dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid
akan mengadsorpsi zat warna zat warna dari gula tebu sehingga gula dapat
berwarna putih.
2. Industri
Kosmetika
a. Deodorant
Deodorant mengandung aluminium klorida untuk
mengkoagulasikan (mengendapkan) protein dalam keringat. Endapan protein ini
dapat menghalangi kerja kelenjar keringat sehingga keringat dan protein yang
dihasilkan berkurang.
3. Industri
Rumah Tangga
a.
Bahan Pencuci
Sabun sebagai pembersih karena dapat mengemulsi minyak dalam
air. Sabun dalam air tenon menjadi Na dan ion asam lemak. Kepala asam lemak
yang bermuatan negatif larut dalam air, sedangkan ekornya larut dalam minyak.
Hal ini menyebabkan tetesan minyak larut dalam air.
4.
Industri
a. Kromatografi
Kromatografi adalah metode pemisahan campuran dengan
menggunakan bahan pengadsorpsi, misalnya kertas kromatografi, pati dan
aluminium oksida untuk kromatografi kolom. Zat-zat organik yang dapat
dipisahkan dengan menggunakan metode kromatografi di antaranya adalah asam
amino, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan hormon.
b. Lateks
Lateks adalah koloid karet dalam air, berupa sol bermuatan
negatif. Bila ditambah ion positif, lateks menggumpal dan dapat dibentuk sesuai
cetakan.
5. Bidang Kesehatan
a. Penggumpalan Darah
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan
negatif. Jika terjadi luka, maka luka tersebut dapat diobati dengan pensil
stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al3+ dan Fe3+. Ion-ion
tersebut membantu agar partikel koloid di protein bersifat netral sehingga
proses penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
b. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan aplikasi koloid yaitu penggunaan
sifat adsorpsi. Karbon aktif digunakan untuk menyerap zat warna, bau, gas
karbon dioksida (CO2), gas karbon monoksida (CO), H2O dan
racun. Karbon aktif ini dibuat dengan memanaskan arang sehingga terbentuk arang
yang sangat berpori. Karbon aktif digunakan misalnya untuk masker gas, proses
penjernihan air, filter rokok dan norit sebagai obat penetral racun.
c. Cuci Darah dengan
Dialisis
Darah merupakan suatu sistem koloid. Darah yang mengandung
sisa metabolisme seperti kreatinin, asam ureat, vitamin berlebih, obat-obatan
dan hormon kemudian disaring oleh ginjal. Pada orang yang menderita kerusakan
ginjal atau gagal ginjal, sisa-sisa metabolisme ini tidak dapat disaring oleh
ginjal sehingga dapat meracuni tubuh. Oleh karena itu, pasien gagal ginjal
dicuci darahnya dengan menggunakan alat dialisis yang memiliki membran
semipermeabel.
Membran semipermeabel ini memisahkan darah kotor dengan larutan
dialisat yang konsentrasinya lebih rendah dibandingkan dengan darah. Sehingga
sisa-sisa metabolisme dapat melewati pori-pori membran, sedangkan sel-sel darah
dan zat yang masih berguna dan elektrolit yang partikelnya lebih besar tidak
dapat melewati membran dan dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien.
6. Industri Tekstil
a. Pencelupan Tekstil
Pencelupan tekstil merupakan aplikasi sistem koloid yaitu
penggunaan sifat adsorpsi. Pada pencelupan tekstil ini digunakan koloid yang
dapat mempercepat pemberian warna. Koloid yang digunakan adalah dengan
mencampurkan Al2(SO4) dengan Na2CO3
sehingga membentuk koloid Al(OH)3. Gas CO2 yang berasal
dari Na2CO3 membentuk gelembung yang mengelilingi Al(OH)3
sehingga permukaannya menjadi berpori, akibatnya dapat menyerap zat warna.
7. Bidang
Lingkungan
a.
Penjernihan Air
Penjernihan air merupakan aplikasi koloid yaitu penggunaan
sifat adsorpsi. Pada penjernihan air, digunakan tawas yang memiliki rumus kimia
KAl(SO4)2 yang dalam air terhidrasi menjadi koloid Al(OH)3.
Koloid Al(OH)3 ini mampu menyerap zat warna dan pestisida.
b. Pemurnian Air Laut
Pemurnian air laut merupakan aplikasi sistem koloid yaitu
penggunaan sifat dialisis. Pemurnian air laut dengan menggunakan membran
semipermeabel ini menggunakan metode osmosis terbalik. (reserve osmosis).
Osmosis adalah pergerakan molekul air dari larutan dengan konsentrasi rendah ke
larutan yang konsentrasinya lebih tinggi. Dengan memberikan tekanan yang lebih
tinggi pada larutan yang lebih pekat dibandingkan tekanan osmosisnya, maka
gerakan molekul air akan terbalik.
c. Pengelolaan
Lumpur Aktif
Pengelolaan lumpur aktif merupakan aplikasi sistem koloid
yaitu penggunaan sifat koagulasi. Pengelolaan air limbah dengan metode lumpur
aktif ini menggunakan koagulan PAX (polialuminium klorida) Al13O4(OH)24(H2O)12
yang menghasilkan Al(OH)3.
d. Pembentukan Delta di
Muara Sungai
Pembentukan delta di muara sungai merupakan aplikasi sistem
koloid yaitu penggunaan sifat koagulasi. Air sungai mengandung
partikel-partikel koloid pasir dan tanah liat yang bermuatan negatif. Sedangkan
air laut mengandung ion-ion Na+, Mg+2, dan Ca+2
yang bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu di laut, maka ion-ion positif
dari air laut akan menetralkan muatan pasir dan tanah liat. Sehingga, terjadi
koagulasi yang akan membentuk suatu delta.
e. Pengambilan Endapan
Pengotor
Gas
atau udara yang dialirkan ke dalam suatu proses industri seringkali mengandung
zat-zat pengotor berupa partikel-partikel koloid. Untuk memisahkan pengotor
ini, digunakan alat pengendap elektrostatik yang pelat logamnya yang bermuatan
akan digunakan untuk menarik partikel-partikel koloid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar