2.1.
Pengertian Wawancara
Wawancara merupakan
percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan
pewawancara (Krida,
1996). Sedangkan menurut Imami dalam (Holloway & Wheeler,
1996). Wawancara adalah Suatu percakapan langsung dengan tujuan tertentu dengan
menggunakan format tanya – jawab
|
2.2.
Jenis Wawancara
Peneliti
harus memutuskan besarnya struktur dalam wawancara. Struktur wawancara dapat
berada pada rentang tidak berstruktur sampai berstruktur. Penelitian kualitatif
umumnya menggunakan wawancara tidak berstruktur atau semi berstruktur (Holloway
& Wheeler, 1996).
a.
Wawancara
berstruktur atau berstandard.
Untuk wawancara berstruktur bisa berisi
pertanyaan terbuka, namun peneliti harus diingatkan terhadap hal ini sebagai
isyu metodologis yang akan mengacaukan dan akan jadi menyulitkan analisisnya.
Beberapa keterbatasan pada wawancara jenis ini membuat data yang diperoleh
tidak kaya. Jadwal wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan
sebelumnya. Tiap partisipan ditanyakan pertanyaan yang sama dengan urutan yang
sama pula. Jenis wawancara ini menyerupai kuesioner survei yang tertulis.
Wawancara ini menghemat waktu dan membatasi efek pewawancara bila sejumlah
pewawancara yang berbeda terlibat dalam penelitian. Analisis data tampak lebih
mudah sebagaimana jawaban yang dapat ditemukan dengan cepat. Namun jenis
wawancara ini mengarahkan respon partisipan dan oleh karena itu tidak tepat
digunakan
b.
Wawancara
Semi Berstruktur.
Wawancara ini dimulai dari isyu yang dicakup dalam pedoman
wawancara. Pedoman wawancara bukanlah jadwal seperti dalam penelitian
kuantitatif. Sekuensi pertanyaan tidaklah sama pada tiap partisipan bergantung
pada proses wawancara dan jawaban tiap individu. Namun pedoman wawancara
menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis data yang sama dari para partisipan.
Peneliti dapat menghemat waktu melalui cara ini. Dross rate lebih rendah
daripada wawancara tidak berstruktur. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan
dan memutuskan sendiri mana isyu yang dimunculkan. Pedoman wawancara berfokus
pada subyek area tertentu yang diteliti, tetapi dapat direvisi setelah
wawancara karena ide yang baru muncul belakangan. Walaupun pewawancara
bertujuan mendapatkan perspektif partisipan, mereka harus ingat bahwa mereka
perlu mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik penelitian tergali.
c. Wawancara tidak berstruktur, tidak
berstandard, informal, atau berfokus
Wawancara
ini biasanya diikuti oleh suatu kata kunci, agenda atau daftar topik yang akan
dicakup dalam wawancara. Namun tidak ada pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya
kecuali dalam wawancara yang awal sekali. Jenis wawancara ini bersifat
fleksibel dan memungkinkan peneliti mengikuti minat dan pemikiran partisipan.
Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada partisipan dalam
urutan manapun bergantung pada jawaban. Hal ini dapat ditindaklanjuti, tetapi
peneliti juga mempunyai agenda sendiri yaitu tujuan penelitian yang dimiliki
dalam pikirannya dan isyu tertentu yang akan digali. Namun pengarahan dan
pengendalian wawancara oleh peneliti sifatnya minimal
Wawancara jenis ini terutama cocok bila peneliti mewawancarai partispan lebih
dari satu kali. Wawancara ini menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga
memiliki dross rate paling tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak
berpengalaman. Dross rate adalah jumlah materi atau informasi yang tidak
berguna dalam penelitian.
d.
Wawancara
kelompok
Wawancara kelompok merupakan instrumen yang
berharga untuk peneliti yang berfokus pada normalitas kelompok atau dinamika seputar isyu yang ingin diteliti.
2.3. Prosedur Wawancara
Creswell
(1998) menjelaskan bahwa prosedur wawancara seperti tahapan berikut ini:
1)
Lakukanlah
persiapan sebelum melakukan wawancara. Persiapan tersebut menyangkut outline
wawancara, penguasaan materi wawancara, pengenalan mengenai
sifat/karakter/kebiasaan orang yang hendak kita wawancarai, dan sebagainya.
2)
Taatilah
peraturan dan norma-norma yang berlaku di tempat pelaksanaan wawancara
tersebut. Sopan santun, jenis pakaian yang dikenakan, pengenalan terhadap
norma/etika setempat, adalah hal-hal yang juga perlu diperhatikan agar kita
dapat beradaptasi dengan lingkungan tempat pelaksanaan wawancara.
3)
Jangan
mendebat nara sumber. Tugas seorang pewawancara adalah mencari informasi
sebanyak-banyaknya dari nara sumber, bukan berdiskusi. Jika Anda tidak setuju
dengan pendapatnya, biarkan saja. Jangan didebat. Kalaupun harus didebat,
sampaikan dengan nada bertanya, alias jangan terkesan membantah.
4)
Hindarilah
menanyakan sesuatu yang bersifat umum, dan biasakanlah menanyakan hal-hal yang
khusus. Hal ini akan sangat membantu untuk memfokuskan jawaban narasumber.
5)
Ungkapkanlah
pertanyaan dengan kalimat yang sesingkat mungkin dan to the point. Selain untuk
menghemat waktu, hal ini juga bertujuan agar nara sumber tidak kebingungan
mencerna ucapan si pewawancara.
6)
Hindari
pengajuan dua pertanyaan dalam satu kali bertanya. Hal ini dapat merugikan kita
sendiri, karena nara sumber biasanya cenderung untuk menjawab hanya pertanyaan
terakhir yang didengarnya.
7)
Pewawancara
hendaknya pintar menyesuaikan diri terhadap berbagai karakter nara sumber.
Untuk nara sumber yang pendiam, pewawancara hendaknya dapat melontarkan ungkapan-ungkapan
pemancing yang membuat si nara sumber "buka mulut". Sedangkan untuk
nara sumber yang doyan ngomong, pewawancara hendaknya bisa mengarahkan
pembicaraan agar nara sumber hanya bicara mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan materi wawancara.
8)
Pewawancara
juga hendaknya bisa menjalin hubungan personal dengan nara sumber, dengan cara
memanfaatkan waktu luang yang tersedia sebelum dan sesudah wawancara. Kedua
belah pihak dapat ngobrol mengenai hal-hal yang bersifat pribadi, atau hal- hal
lain yang berguna untuk mengakrabkan diri. Ini akan sangat membantu proses
wawancara itu sendiri, dan juga untuk hubungan baik dengan nara sumber di
waktu-waktu yang akan datang.
9)
Jika
kita mewawancarai seorang tokoh yang memiliki lawan ataupun musuh tertentu, bersikaplah
seolah-olah kita memihaknya, walaupun sebenarnya tidak demikian.
10) Bagi seorang reporter pers yang belum ternama, seperti
pers kampus dan sebagainya, kendala terbesar dalam proses wawancara biasanya
bukan wawancaranya itu sendiri, melainkan proses untuk menemui nara sumber.
Agar kita dapat menemui nara sumber tertentu dengan sukses, diperlukan
perjuangan dan kiat-kiat yang kreatif dan tanpa menyerah. Salah satu caranya
adalah rajin bertanya kepada orang-orang yang dekat dengan nara sumber.
Koreklah informasi sebanyak mungkin mengenai nara sumber tersebut, misalnya
nomor teleponnya, alamat villanya,
jam berapa saja dia ada di rumah dan di kantor, di mana dia bermain golf, dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar